UNDANG-UNDANG TENTANG UAP TAHUN 1930 (UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930)

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.





Pasal 1

1.   Dalam Undang-undang  ini yang dimaksud dengan pesawat uap ialah ketel uap dan alat-alat  lainnyyang dengan  peraturan  Pemerintah  ditetapkan  demikian,  langsung atau tidak langsung berhubungan (atau tersambung) dengan suatu ketel uap dan diperuntukan  bekerja  dengan  tekanan  yang  lebih  besar  (tinggi)  daripada  tekanan udara.

2. Ketel uap ialah suatu pesawat, dibuat guna menghasilkan uap atau stoom yang dipergunakan di luar pesawatnya.



Pasal 2

Yang disebut peralatan dari sesuatu pesawat uap dalam Undang-undang ini dimaksudkan semua alat-alat yang ditujukan untuk pemakaian dengan aman dari pesawat uapnya.



Pasal 3

Yang disebut pemakai dari sesüatu pesawat uap dalam Undang-undang ini dimaksud:

a.   jika  melulu  untuk  dipakai  dalam  rumah  tangga  ialah  kepala  keluanga  ataupun pemimpin dari sesuatu bangunan dalam mana pesawatnya dipergunakan;

b.   dalam hal lain-lainnya ialah kepala atau pemimpin perusahaan, orderneming (estate)

atau bangunan dimana pesawatnya dipakai.



Pasal 4

Yang dimaksud  dalam Undang-undang  ini dengan pesawat uap tetap ialah: semua pe- sawat yang ditembok atau dalam tembokan dan dengan pesawat berpindah ialah: semua pesawat-pesawat yang tidak ditembok.




Pasal 5

1.   Seseorang  yang  telah  merencanakan  suatu  pesawat  uap  untuk  dipergunakan  di Indonesia  dapat  mengajukan  gambar  ontwerpnya  jika  di  Indonesia  pada  Kepala Jawatan Pengawasan Perburuhan dan Pengawasan Keselamatan Kerja, alamat Westerdeksdijk No. 2, Amsterdam, yaitu Kantor Cabang Pusat Pembelian, dari perwakilan Indonesia di Den Haag.

2.   Dengan Peraturan Pemerintah telah ditetapkan:

a Surat-surat  keterangan  yang  harus  dilampirkan  pada  permintaan  pengesahan

(good-keuring) tersebut di atas.

b.   Jumlah pembayaran ongkos-ongkos bea yang diwajibkan pada Negara dan

c Oleh Pejabat Instansi Pemerintah mana perusahaan tersebut dapat ditarik kembali.




Pasal 6

1.   Adalah  dilarang  untuk  menjalankan  atau  mempergunakan  sesuatu  pesawat  uap dengan   tidak  mempunya Ijin  untuknya,   yang  diberika oleh  Kepala   Jawatan Pengawasan keselamatan Kerja.

2.   Dengan  Peraturan  Pemerintah  dapatlah  di-tunjuk  pesawat-pesawat  uap  atau  atas nama tidak berlaku ayat sebelum ini”.



Pasal 7

1.   Akte  Ijin itu diberikan  bila pemeriksaan  dan pengujian  atas pesawat  uapnya  dan pemeriksaan atas alat-alat perlengkapannya memberikan hasil yang memenuhi syarat- syarat yang ditetapkan dalam peraturan Pemerintah.

2.   Untuk pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kabel berasal dari luar Indonesia, yang di Negeri Belanda telah diperiksa dan diuji, adalah pengujian dimaksud dalam ayat  sebelum  ini,  tidak  menjadi  keharusan,  asalkan  pesawat-pesawatnya  itu  tetap berada dalam tempat semula, ketika diadakan pemeriksaan di negeri Belanda itu, dan pada surat permohonannya dilampirkan surat keterangan yang diberikan oleh Menteri Perburuhan,  Perniagaan  dan  Perindustrian  di  Negeri  Belanda,  yang  menyatakan bahw pemeriksaan   dan   pengujian   disan itu   telah   diadaka dengan   hasil memuaskan.



Pasal 8

”Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:

a. Keterangan-keterangan apa sajalah yang harus dimuat dalam permohonan (surat permintaan) untuk mendapatkan akte ijin dan keterangan-keterangaapa sajalah atau surat-surat apa sajalah yang harus dilampirkan pada permohonan itu pula, Peraturan Pemerintah itu menetapkan keterangan-keterangan  apa dan syarat-syarat apa sajalah yang harus dimuat dalam sesuatu akte ijin”.

b.   Syarat-syarat apa sajalah yang harus dipenuhi oleh pesawat.-pesawat uap dimaksud dalam pasal 6 dan oleh alat-alat perlengkapan.”

c Cara pemeriksaan  dan pengujian  dan peraturan-peraturan  yang harus diperhatikan bila melakukan pemeriksaan dan pengujian itu.

d.   Dalam hal-hal apa sajalah kepala jawatan Pengawasan Perburuhan dan Pengawasan Keselamatan  Kerja  dapat  memberikan  Kebebasan  atas  syarat-syarat  yang  di  muat dalam Peraturan di Pemerintahnya secara penuh, secara untuk sebagian atau dengan bersyarat (voorwaardelijk.)



Pasal 9

“Untuk  pemeriksaan  pertama  dan pengujian  atas sesuatu  pesawauap yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh negara, pula untuk mendapatkan Akte Ijin sesuatu pesawat uap yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh negara, pula untuk mendapatkan sesuatu akte baru, bilamana akte semulanya hilang, adalah diwajibkan membayar jumlah biaya yang akan ditetapkan dalam peraturan Pemerintah



Pasal 10

“Permohonan  ijin untuk mempergunakan  sesuatu pesawat uap harus menyediakan  baik para pekerja maupun alat-alat yang diperlukan untuk pemadatannya, kepada pegawai pemerintah atau ahli yang mengerjakan pemadatan ini”.




Pasal 11

a Akibat-akibat  buruk dari sesuatu pengujian,  ialah dibebankan  atau dipertanggung- jawabkan kepada yang meminta pemadatan ini, kecuali bila pemadatan itu dilakukan dengan tidak penuh kebijaksanaan sebagaimana mestinya”.

b.   Dalam hal yang terakhir, yakni bila pemadatan itu tidak dilakukan dengan sempurna, dakarenanya  pesawat  uap  itu  menjadi  rusak,  maka  penggantian  kerugian  akan dibayar oleh Pemerintah atau Negara”.



Pasal 12

1.   Bila Kepala Jawatan Pengawasan  Perburuhan dan Pengawasan  Keselamatan  Kerja berpendapat, bahwa pemakaian dari pesawat uapnya itu tidak dapat diluluskan, mengingat  syarat-syarat  akan keselamatan,  maka ia tidak akan memberikan  ijinnya untuk pemakaian pesawat uap itu, lantas diberitahukannya hal ini kepada si pemohon dengan mengemukakan alasan-alasanya.”

2.   Si pemohon dapat mengajukan keberatan-keberatannya dalam tempo 14 hari sesudah menerima  pemberitahuan  itu  kepada  sesuatu  komisi  yang  terdiri  atas  (cacat  ini): Pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Perburuhan sebagai ketua, dan orang ahli buat tiap-tiap tahun sebagai anggota”.

3.   Kecuali  keberatan-keberatan  itu  ternyata  benar-benar  tidak  dapat  diberikan  maka komisi tersebut akan memerintahkan untuk memeriksa pesawat uapnya dan bila perlu mengujinya kembali oleh pegawai pemeriksa lainnya atau oleh seorang ahli”.

4.   Bila   pemeriksaa ulangan   itu   memberikan   kesan   untuk   menyatakan   bahwa keberatan-keberatan  yang berkepentingan  itu tidak beralasan,  maka komisi tersebut diatas   memberitahukan   kepad yang   berkepentingan,   ijinny tetap   tidak   akan diberikan.”.



Pasal 13

1.   Kesemua  pesawat-pesawat   uap  dengan  alat-alat  perlengkapannya   yang  dipakai dikenakan  pengawasan  yang  terus-menerus  yang  diadakan  oleh  Pemerintah  atau Negara. Pengawasan  itu dilakukan oleh pegawai-pegawai  dari Jawatan Pengawasan Perburuhan  dan  Pengawasan  Keselamatan  Kerja  secara  yang  ditetapkan  dengan Peraturan Pemerintah”.

2.   Bila menurut  peraturannya  untuk pemeriksaan  dan pengujian  pesawat-pesawat  uap ditunjuk ahli-ahli selain dari pegawai dari Jawatan Pengawasan Perburuhan dan Pengawasan Keselamatan Kerja yang bersangkutan, maka ahli-ahli itu mempunyailah kekuatan yang sama seperti pegawai pemeriksaan itu dan terhadapnya berlaku pulalah segala sesuatu yang ditetapkan dalam ordonnantie mengenai tindakan-tindakan yang diutarakan atau diperuntukan bagi pegawai-pegawai tersebut.



Pasal 14

1.   Pegawai  pemeriksa  dan ahli-ahli  yang dimaksud  dalam pasal 13 mempunyai  hak memasuki secara bebas tempat-tempat, dimana pesawat-pesawat uap itu dan alat-alat perlengkapannya berada”.

2.   Bila  mereka  dilarang  untuk  masuk  maka  toch  mereka  harus  masuk,  kendatipun dengan pertolongan dari tangan kuat (polisi).

3.   Bila pesawat uap dan alat-alat perlengkapan  hanya dapat didatangi melalui rumah tempat tinggal, maka para pegawai ini tidak akan masuk dengan tidak seijin penghuninyaselain dengan memperlihatkan  perintah tertulis secara luar biasa, dari kepala pemerintahan setempat.

4.   Tentang   masuk   ini   dibuatka prose verbal   olehnya,   salinan   dar padanya dikirimkannya kepada penghuni rumah tersebut dalam tempoh 2 x 24 jam.



Pasal 15

“Pemakai dari sesuatu pesawat uap dan mereka yang meladeninya, diwajibkan pada para pegawai dan ahli termaksud dalam pasal 13, memberikan semua keterangan yang dikehendaki mengenai hal ikhwal yang bertalian dengan Undang-undang ini”.



Pasal 16

1.   Tiap-tiap  uap  seseringnya  perlu  oleh  Jawatan  Pengawasan  Keselamatan  Kerja ataupun per-mintaan pemakainya, maka oleh jawatan tersebut diperiksa dan bila perlu diuji kembali”.
2.   Untuk  pemeriksaan-pemeriksaan   dan  pengujian-pengujian   dimaksud  dalam  ayat sebelum ini pemakainya diharuskan membayar kepada Negara sejumlah biaya yang akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”.

3.   Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dari pasal 3 Undang-undang ini, maka khusus untuk  berlakunya  ayat  sebelum  ini,  sebagai  pemakai  darsesuatu  pesawat  uap dianggap, ia yang atas nama dicatat Akte Ijinnya, selama ia tidak mengajukan secara tertuli suatu   permohonan,   pencabuta Akte   tersebu kepada   Kepala   Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja.



Pasal 17

”Pemakai  pesawat-pesawat  uap atau pemakai  sesuatu pesawat  uap harus menyediakan untuk yang diserahi pemeriksaan  dan pengujian,  baik pekerja-pekerja  maupun alat-alat kerja yang dibutuhkan untuk pemeriksaan dan pengujiannya.



Pasal 18

“Bila  pemakai  sesuatu  pesawat  uap berlawanan  dengan  pendapat  sebagaimana  diberi- tahukan padanya oleh pegawai yang bersangkutan,  merasa tidak beralasan cukup, baik untuk pengujian dan pemeriksaan yang akan diadakan pada tempo-tempo biasa yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, untuk mana pesawat uapnya harus diberhentikan, maupun atas perintah dari pegawai tersebut untuk menyiapkannya guna pemeriksaan atau pengujian, maka ia dapat mengemukakan keberatannya secara tertulis kepada pegawai itu dalam tempo 3 hari setelah menerimpemberitahuan  tersebut diatas. Pegawai tersebut menetapkan, apakah dapat diberikan penundaan. Bila halnya dapat diselaraskan dengan syarat-syarat   keselamatan,   maka  sedapat   mungkin   ia  mengabulkan   keingina dari pemakai tersebut”.



Pasal 19

“Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan:

a.   kewajiban-kewajiban apa yang harus dipenuhi

I. Oleh Pemakai:

1.   dalam hal pemindahan dari pesawat uapnya.
2.   “Bila keadaan dari pesawat uap dan alat-alat perlengkapannya tidak sesuai lagi dengan uraian dan syarat-syarat yang dimuat dalam Akte Ijinnya”.

3.   “Bilamana atau sebutan dari pemegang Ijinnya tidak benar lagi”.

4.   Dalam hal terdapat cacat dalam pesawat uap dan alat-alat perlengkapannya.

5.   “Dalam hal pembetulan pesawat uap dan alat-alat perlengkapannya.

6.   Mengenai  pemeliharaan  dan  pengladenan  pada  pesawat  uap  dan  alat-alat perlengkapannya”.

7.   ”Mengenai  bangunan  dan ruangadalam mana dipasangkan  ketel-ketel  uap dari kapal-kapal api.

II   Oleh  pemakai  daoleh  seorang  yang  meladeni-nya  sewaktu  dipakai  pesawat uapnya,  baik  bila  pesawat  uap  dan  alat-alat  perlengkapannya  sedang  dipakai, maupun bila tidak dipakai terhadap keselamatan keaja bagi pesawat-pesawat uap dan alat perlengkapannya itu.

b.   Apa yang harus diperbuat oleh pemakai sesuatu pesawat uap untuk memungkinkan tidak berbahaya, serta mempermudah pengawasannya, dan apa yang dapat diperintah oleh pegawai-pegawai dan ahli-ahli termaksud dalam pasal 13, bertalian dengan pengawasan itu.

c.   Dalam hal-hal mana Akte Ijinnya dapat dicabut”, ”Pula dalam Peraturan Pemerintah dimaksud dalam ayat (1), ditujukan dalam hal-hal mana Kepala Jawatan Pengawasan Keselamata Kerja   dapa memberika kebebasa dan   aturan-atura Peraturan Pemerintah tersebut secara untuk sebagian atau dengan bersyarat”.



Pasal 20

1.   Para pegawai yang diserahi pengawasan atas pesawat uap adalah berhak memberikan syarat-syarat yang dianggapnya perlu untuk menjamin keselamatan pesawat tersebut dan pentaatan peraturan dari Undang-undang ini”.

2. Bila oleh mereka ternyata, bahwa orang-orang yang diserahi pengladenan tidak mempunyai  kecakapan  yang  diperlukan,  maka  mereka  dapat  memerintahkan  agar orang-orang tersebut dibebaskan dari pekerjaan mengladeni itu.
3.   Dalam  hal-hal  termaksud  dalam  ayat  1  dan  2  pasal  ini,  pada  pemakaiannya  di berikan tempo dalam mana ketentuan-ketentuayang disebutkan dalam ayat-ayat itu harus diturutinya”.

4.   Bi1a pemakai  merasa  keberatan  terhadap  ketentuan-ketentuan  semacam  itu, maka dapatlah ia dalam tempo 14 hari sesudah ia menerima pemberitahuannya, mengemukakan keberatan-keberatannya kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan  Kerja,  yang  akan  memberikan  keputusan  atas  soalnya.  Bila  pemakai juga tidak setujui dengan keputusan itu, maka dalam tempo 10 hari sesudah menerima pemberitahua keputusan   itu,   harus   ia   mengemukakan   keberatan-keberatannya dengan  surat  permohonan  bermaterai  pada  komisi  dimaksud  dalam  pasal  12 yang akan mengambil putusan akhir, dan selanjutnya menetapkan suatu tempo dalam mana keputusan tersebut harus dipenuhi”.

5.   Segera  setelah  syarat-syarat  yang  diberikan  itu dipenuhi,  maka pemakai  memberi- tahukannya  secara tertulis kepada Jawatan Pengawasan  Keselamatan  Kerja, dengan perantaraan pegawai yang bersangkutan dari Jawatan tersebut’.



Pasal 21

1.   Bila pada pemeriksaan  atau pengujian ternyata pesawatnya tidak lagi memberikan jaminan diperlukan untuk keselamatan dalam pemakaiannya, maka pegawai yang bersangkutan melarang lebih lanjut pemakaian dari pesawat tersebut”.

2.   Dari larang semacam itu diberitahukannya kepada Polisi setempat dan Pamong Praja yang akan mengurus Pelaksanaannya, dan pada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja.

3.   Pemakainya  dapat mengemukakan  keberatannya  terhadap larangan yang diberikan itu pada komisi, dimaksud dalam pasal 12 dalam tempo yang ditetapkan didalamnya itu. Kecuali bila keberatan-keberatan  itu dengan nyata tidak beralasan, maka komisi tersebut tidak akan mengambil keputusan akhir untuk soalnya itu, hanya sesudah pesawatnya diperiksa kembali, dan bila perlu diuji oleh pegawai atau ahli lainnya.

4.   Bila  larangan  itu  dapat  dibantah  lagi,  karena  dibenarkan  oleh  fihak  atasan,  atau karena berakhimya tempo yang ditetapkan, maka Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja lalu mencabut ijin yang telah diberikan untuk pesawat tersebut.




Pasal 22

1.   Bila pegawai yang diserahi pengawasan mendapat sesuatu pesawat uap bekerja tidak mempunyai Akte Ijin untuknya, maka ia melarang pemakaiannya lebih lanjut.

2. Pesawat uap tidak boleh dipakai lagi hanya sesudah berhubung dengan sesuatu permohonan tertulis dan ternyata dari pemeriksaan dan pengujian menurut pasal 7 dan pasal 8, bahwa tidak ada keberatan lagi terhadap pemakai itu.



Pasal 23

1.   Tentang  peledakan  sesuatu  pesawat  uap  si  pemakai  harus  memberitahukannya dengan segera pada Polisi setempat atau Pamong Praja. Ia harus menjaga agar pada tempat   kecelakaan   itu   segala   sesuatuny tidak   berubah   keadaanny sampai kedatangan Pamong Praja tersebut, kecuali keadaannya dapat menimbulkan bahaya.”

2.   Tentang peledakan dari sesuatu pesawat uap yang berada dalam sesuatu kapal atau kendaraan  darat,  pemberitahuannya  ditujukan  kepada  Polisi  setempat  dan  Pamong Praja,  dimana  kapal  itu  berlabuh  atau  bermula  masuk,  atau  dimana  kendaraan termaksud berada.

3.   Segera setelah kabar tentang peledakan itu, maka Polisi setempat atau Pamong Praja tersebut mengambil tindakan seperlunya untuk menjamin agar segala sesuatunya ditempat peledakan itu tetap tidak akan dapat timbul bahaya, sampai dimulai pemeriksaan yang nanti lebih lanjut akan disebutkan.



Pasal 24

1.   Pemeriksaan ditempat itu terutama dimaksud untuk menetapkan, apakah ledakan itu akibat:

a dari keteledoran  atakelalaian,  ataupun  dari tidak  diindahkannya  syarat-syarat mengenai pemakaian pesawat uap itu dari pihak pemakai, atau dari pihak orang yang diserahi meladeni pesawat uapnya, bila pemakai tersebut telah dapat membuktikan,   telah   menjalanka kewajibanny menjami pelaksanaan   dari syarat-syaratnya itu”.

b.   “Pemeriksaan   ditempat   itu,   terutam dimaksud   untuk   menetapkan   apakah peledakan itu adalah akibat dari tindakan-tindakan sengaja dari pihak ketiga”.
2.   Tentang pemeriksaan ini oleh pegawai yang diserahi pemeriksaan tersebut atas dasar sumpah jabatannya suatu proses verbal rangkap dua yang sedapat mungkin memuat keterangan  yang  jelas  dan tertentu  tentang  sebab  dari kecelakaannya  itu. Bila ada sangkaan telah dilakukan hal yang dapat dihukum maka sehelai dari proses verbal itu segera disampaikannya pada pegawai yang diserahi penuntutannya dan sehelai salinannya  kepada  Kepada  Kepala  Jawatan  Pengawasan  Keselamatan  Kerja,  yang segera seterimanya surat itu mencabut Akte Ijin yang diberikan untuk pesawat uap yang meledak itu.

3.   Kepala  Jawatan  Pengawasan  Keselamatan  Kerja  mengirimkan  salinan  dari proses Verbal itu pada pemakai (dus pemakai diberitahukannydengan jalan mengirimkan salinan dari proses verbal itu)


Pasal 25

“Selai dari   pesawat-pesawa yang   diserahi   pengusutan   kejahatan-kejahatan    dan pelanggaran-pelanggaran  pada umumnya, adalah pegawai-pegawai  tersebut dalam pasal
13, yakni pegawai pemeriksa dari jawatan kita dan ahli-ahli yang ditunjuk oleh Kepala Jawatan,  berhak  dan  berkewajiban  untuk  mengusut  dari  Undang-undang  ini  dan  dari syarat-syarat yang diberikan guna pelaksanaan dari undang-undang ini.



Pasal 26

“Pemakai dari sesuatu uap dihukum kurungan 3 bulan atau denda paling tinggi Rp 500,-”

a Bila  pesawat   uapnya  dijalankan   sebelum  Akte  Ijinnya  yang  diperlukan   untuk diberikan  atau  setelah  Akte  Ijinnya  itu  dicabut,  ataupun  pemakaian  selanjutnya dilarang menurut ayat-ayat (1) dari pasal 21 atau ayat (1) dan pasal 22

b.   Bila ia tidak cukup menjaga alat-alat pengamanannya, seperti yang diterangkan dalam

Akte Ijin yang diberikan.

c Bila ia membiarkan  alat-alat pengamanannya  dirubah dengan tidak terlebih dahulu diketahui oleh pegawai yang diserahi pengawasan atau membiarkan alat-alat itu dihalang-halangi untuk bekerja dengan baik dan tepat.
d.   Bila  ia  tidak  cukup  penjaga  diindahkannya  syarat-syarat  istimewa  yang  diberikan untuk  pemakainya,  atau  syarat-syarat  istimewa  yang  mengikat  untuk menjalankannya”.

e Bila  telah  terjadi  peledakannya  tidak  segera  memberitahukannya  kepada  Kepala

Pemerintahan setempat.



Pasal 27

“Orang yang diserahi peladenan sesuatu pesawat uap yang tidak pada tempatnya waktu sesuatu pesawat uap bekerja, dihukum penjara paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp. 300,-


Pasal 28

“Hal-hal   yang   dalam   undang-undang    ini   ditetapkan    dapa dihukum dianggap pelanggaran”.


Pasal 29

“Kekecualian  dan  overgangsbepalingen  (aturan-aturan  peralihan).  Undang-undang  ini tidak berlaku atas pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kapal-kapal dari Angkatan Laut Kerajaan, Angkatan Laut RI dan dinas pembasmian penyelundupan candu dilaut”. Selain  kekecualian-kekecualian  yang akan ditunjuk  dalam  peraturan  Pemerintah,  tidak pula atas pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kapal komunikasi dan Polisi daerah



Pasal 30

a Kecuali yang ditetapkan dalam pasal 23 dan 24 adalah Undang-undang uap ini pula tidak berlaku untuk pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kapal atau alat penyebrangan yang tidak mempunyai bukti nationaliteit dari Indonesia yang berlaku atau Ijin yang mengantikan bukti nationaliteit itu bila para pemakai dapat menyatakan bahwa telah dipenuhi peraturan Stoomwezen (peraturan uap) yang berlaku di negara asal bendera yang dibawa oleh kapal itu atau alat penyebrang itu, atau kapal-kapal ini dapat mengajukan certificate penumpang atau certificate kebaikannya, dengan catatan mengenai  pengangkutan  penumpang  dari  negaranya  sendiri  yang  masih  berlaku, kecuali pemiliknya menyatakan untuk meminta pesawat-pesawat  uapnya dimasukan pengawasan  dari  Jawatan  kita”.  “Kepala  Jawatan  Pengawasan  Keselamatan  Kerja dapat menentukan, apakah dan dalam hal-hal mana bagi kapal-kapal yang telah diklasifiseer  dapat  diterima  pengawasan  oleh  biro-biro  klasifikasi  yang bersangkutan”.

b.   Kecuali  yang  ditetapkan  dalam  pasal  23  dan  24  maka  Undang-undang  ini  tidak berlaku  atas  pesawat-pesawat  uap  yang  dapat  diangkut-angkut  dan  dimiliki  oleh pemilik-pemilik yang bertempat tinggal diluar negeri, bila pada pemakaiannya dapat membuktikan  bahwa  telah dipenuhi  peraturan-pcraturan  uap yang berlaku  dinegeri dimana berada pemilik-pemilik tersebut dan bahwa pesawat-pesawat uap itu dipakai kurang dari 6 bulan berturut-turut di Indonesia.



Pasal 3l

”Para pemakai dari pesawat-pesawat uap yang pada waktu berlakunya Undang-undang ini mempunyai akte-akte ijin tetap berhak memakai pesawat-pesawat  uapnya dengan akte- akte itu dengan syarat-syarat yang dimuat dalam akte-akte itu. Hal untuk memakai akte- akte   itu   berakhir   bila   sesuatu   bagia dar pesawat-pesawa ua ata alat-alat perlengkapannya diganti baru dengan tidak disesuaikan dengan syarat-syarat yang dikeluarkan dengan Undang-undang ini.



Pasal 32

“Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Uap 1930; Dengan Keputusan dari 3

September 1930 Lembaran Negara No. 340 ditetapkan bahwa Undang-Undang Uap 1930 ini berlaku mulai 1 Januari 1931. “Dengan ini diberilah singkatan nama Undang-Undang ini yaitu yang dinamakan Undang-undang Uap 1930.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »